Bagaimana Saya Mengembangkan Remote Worker Indonesia — Part 19: Rumus Valuasi Syirkah di Gold Backed Syirkah

Eko Suprapto Wibowo
7 min readAug 12, 2022

Dua hal saja: Valuasi Syirkah harus didasarkan pada Cost Operasional dalam 1 tahun pertama dan peningkatannya harus disandarkan pada Stack of Gold yang berhasil dikumpulkan sebagai bagian dari Profit Bulanan.

Menentukan Business Valuation by Green Chameleon on Unsplash

Valuasi perusahaan dibutuhkan untuk berbagai keperluan, yang paling utama adalah — at least di series artikel ini — untuk menentukan berapa nilai suatu unit Syirkah, sehingga pemodal bisa menurunkan dana untuk disatukan menjadi modal usaha, dimana besaran dana pemodal akan menjadi perhitungan bagi hasilnya secara proporsional.

Catatan penting sebelum memulai: ada beragam cara menentukan nilai valuasi suatu unit bisnis. Dari series artikel ini, kamu lihat sendiri betapa saya beberapa kali merevisikonsep valuasi syirkah. Dari yang diawali dengan: “Berapapun emas yang terkumpul, itulah nilai bisnisnya”, kemudian direvisi dengan, “Emas terkumpul, ditambah dengan founder appreciation” dan terakhir direvisi dengan, “Proportionally distributed wealth sebagai pengganti founder appreciation”, maka di artikel ini saya coba finalkan konsep valuasi Syirkah di Gold Backed Syirkah: yang ternyata jauh lebih sederhana dari tiga konsep di atas.

Bismillah.

Mengapa Valuasi dengan Initial Gold Valuation Harus Direvisi?

Sebenarnya bukan direvisi. Hanya saja konsepnya baru dipahami: yaitu modal yang terkumpul, harus berhasil dikumpulkan terlebih dahulu ke bentuk emas, sebelum dimulai profit share. Dan itu bukan valuasi perusahaan. That’s it!

Itu saja ternyata hakikat dari Initial Gold Valuation / Nilai Emas yang Terkumpul di-Awal: yaitu wajibb menciptakan emas terlebih dahulu sebelum profit share.

Nilai emas yang terkumpul itu tetaplah bukan nilai syirkah/Syirkah Valuation-nya. Why? Karena, bagaimana jika hanya terkumpul sedikit modal dari kebutuhan yang diperlukan? Nah, kemudian bagaimana menilai nilai valuasi awal suatu syirkah?

Jumlah modal yang dibutuhkan untuk memulai Syirkah dan operasionalnya dalam 1 tahun kedepan adalah valuasi awalnya.

Dengan cara ini, nilai valuasi awal bisa mengamankan jalannya syirkah untuk 1 tahun atau at least beberapa bulan ke depan.

Sederhana kan? Ga ada perhitungan yang rumit-rumit.

Pentingnya Founder Mendapat Gaji dari Modal Syirkah

Modal tidak boleh hanya meng-cover kebutuhan mendirikan syirkah, namun juga meng-cover kebutuhan operasionalnya dalam 1 tahun. Dimana operasional ini mencakup gaji semua pekerja di dalam syirkah, termasuk founder.

Di titik ini sepertinya saya belum menemukan kesesuaian dengan definisi syirkah yang ada via rilis MUI/MA, karena diantaranya adanya larangan bagi founder (yang tidak mengumpulkan modal uang — karena memang modalnya adalah ide dan mungkin prototype/MVP startup) untuk selain mendapat gaji juga mendapat bagi hasil.

Skill/Ide tidak dinilai sebagai modal, sehingga pengeksekusi ide dengan skill yang brilian ini, tidak diganjar gaji operasional.

Walhasil, akibatnya para wannabe CEO lebih baik presentasi ke Venture Capital ketimbang dibuat ga berkutik dengan definisi Syirkah yang ada sekarang, untuk kemudian mendapat suntikan modal dari VC yang selain mengcover insiasi awal Startup, namun juga mengcover gajinya yang termasuk bagian dari operasional Startup sampai jangka waktu yang panjang: boleh jadi sampai 3 tahun!

“Kan sudah dapat bagi hasil, masak dapat gaji juga?”

“Lha terus gimana si Founder hidup selama syirkah masih beroperasi yang belum jelas profitnya?”

“Kalau sudah dapat gaji, ya jangan dapat profit share”

“Lha masak founder yang punya ide cemerlang dan membangun sistem, kemudian harus menjadi pegawai pemilik modal?”

Dua hal itu harus bisa diselesaikan di konsepsi Gold Backed Syirkah secara tegas dengan:

“Selain mendapat gaji sebagai proses operasional Syirkah, founder juga mendapat keuntungan 50:50 dari nett profit bulanan kegiatan ekonomi Syirkah”

Kenapa Profit Share ke Founder harus 50% dari Nett Profit Share?

Angka ini keniscayaan, tidak bisa diubah.

Karena, itu berarti adanya kesetaraan antara pemilik modal dan pemilik sistem/ide. Atau, dari sudut pandang lain, hanya 50% dari profit share syirkah yang kepemilikannya dilepas ke pemodal.

“Kok setara, bukannya selain profit share 50%, founder juga dapat gaji?”

“Founder dapat gaji, karena di awal boleh jadi dia yang — pastinya — menjadi CEO. Namun jika dia pada akhirnya sudah bisa menunjuk orang lain sebagai CEO, maka tentu gaji CEO akan menjadi milik CEO baru”

“Aah, begitu. Okay, make sense”

Dengan membuat rule hanya 50% profit share syirkah yang dijual kepemilikannya, maka founder dapat dipastikan akan tetap memiliki share kepemilikan 50%, selama syirkah berdiri.

Ini memberikan jaminan keadilan bagi founder sebagai pencetus ide/sistem ini.

Pengaruh Besaran Gaji Saya Sebelumnya Ke Valuasi Awal RWID

Sebelum saya memulai RWID, gaji saya sebagai remote worker adalah Rp 40jt/bulan. Maka, ketika saya mendapatkan modal untuk membangun RWID, selayaknya gaji saya adalah juga setidak-tidaknya dikisaran Rp 40jt/bulan. Setuju?

“Tapi kan jadi kemahalan Mas Eko? Nanti gmn kalau modalnya habis untuk gaji Mas Eko aja?”

“Saya setuju juga, karena itu di awal saya menggaji diri saya Rp 10jt/bulan”

Meski akibatnya sebelum RWID stabil di 100jutaan, saya jadi nombok dari sana-sini. Haha.

Untuk nilai operasional bulanan, RWID dimulai sesungguhnya dengan mencatat secara detail apa saja pos pengeluaran perbulannya: namun teramat sangat melelahkan melakukan ini tanpa sistem dan juga bekerja sendiri.

Cost — berwarna merah terang — yang dicatat secara detail per-pos. Cek di https://report.remoteworker.id

Jika diambil nilai rata-ratanya, cost di sini ada diangka Rp 30jt/bulan. Namun, dengan gaji saya sebelumnya yang di angka Rp 40jt/bulan, maka terbayang kan aktivitas “nombok” saya setiap bulan di periode setahunan itu?

Periode setahunan ini adalah periode terberat yang saya rasakan, dan andai kata saya ga terbayang semua member yang sangat ingin menembus remote work dari berbagai strata pendidikan dan pulau-pulau di Indonesia, maka ingin sekali rasanya saya fokus saja ke kerja sendiri: menutup RWID.

Tapi, itu ga mungkin juga dengan adanya beban tanggung jawab dana pemodal RWID yang sudah dimulai dari pra-covid, 2019. Karena itu saya terus habis-habisan memperbaiki RWID di segala sisi.

Alhamdulillah mulai sekitar akhir 2021 RWID berhasil stabil di kisaran Rp 100jt/bulan, dan saya mulai mengambil gaji di angka 40jt/bulan: tidak ada aktivitas nombok sana-sini lagi. Selain itu untuk memudahkan penghitungan operational cost, saya tentukan saja cost operational fix di angka 60jt/bulan, dan jika ada cost yang lebih dari itu, maka ia akan mengambil profit share 50% milik saya sebagai founder. Dan, memang tiap bulan costnya lebih dari 60jt.

Keuntungannya adalah profit share ke pemodal jadi lebih besar. Namun, suatu saat, jika sistem sudah tersedia maka sebaiknya operational cost ini saya catat secara realtime dan detail. Cuman kerugiannya (dari sudut pandang pemodal), share-nya jadi lebih kecil. Dan juga, boleh jadi ada gerundelan jika ada post cost yang dinilai tidak cocok. Nah lho, lebih enak dibuat fix aja kan? Ini masih akan ditentukan nanti deh.

2x di awal menembus 100jt/bulan, yang cost operational sudah fix ke angka Rp 60jt/bulan, sehingga terjadi defisit perbulan. Alhamdulillah, dengan profit yang 50% milik founder, 2 bulan tersebut defisitnya bisa ditutup.

Berapa Valuasi Awal Remote Worker Indonesia Sebagai “Emiten” Pertama Gold Backed Syirkah?

Karena sebelum RWID dibuat model pemodalannya dia sudah berdiri dan berprofit, maka nilai pendirian awalnya tidak diperlukan lagi. Yang diperlukan adalah nilai operasional dalam 1 tahun.

Dan karena nilai operasional sudah ditetapkan sebagai Rp 60jt/bulan, maka nilai valuasi awal RWID adalah: Rp. 60jt x 12bulan = Rp 720jt.

Namun kemudian, dengan perkembangan bootcamp onsite yang semakin terlihat demand-nya, maka ada dalam perencanaan dalam waktu dekat untuk mengembangkan tempat bootcamp yang lebih kondusif di tanah yang sudah ada. Sehingga dibutuhkan biaya untuk konstruksi bangunannya. Nilai pembangunannya ada di kisaran Rp 300jt.

Maka dengan demikian nilai akhir Valuasi RWID adalah Rp 720jt + Rp 300jt, yaitu kurang lebih Rp 1 Milyard. Angka inilah yang menjadi acuan untuk ditawarkan pendanaannya dengan metode profit share Gold Backed Syirkah.

Begitulah, dengan demikian valuasi awal RWID adalah Rp 1 Milyard. Seperti bisa dilihat, penentuan valuasi awal ini didasarkan pada kebutuhan pendirian dan perkiraan kebutuhan operasional selama 1 tahun.

Dengan angka 1 Milyard ini, maka 1% dari 1 Milyard adalah Rp 10.000.000. Sehingga, jika pemodal memasukkan Rp 10.000.000, maka ia akan mendapatkan profit share sebesar 1% dari nett profit pemodal.

Ingat, profit share ke pemodal adalah 50% dari nett profit. Kebijakan ini commonsense, yang bisa dilihat dari besaran prosentase yang dibagikan pada saat pembagian dividen BBCA yang lalu sebesar 56,9%.

What’s Next?

Seru ya? Saya menikmati sekali artikel terakhir ini karena konsep-konsep yang sebelumnya masih benar-benar mentah dan sudut-sudutnya masih kasar, saat ini sudah lebih lembut dan ringan saja.

Namun, yah, tentu saja ringan yang dirasakan sekarang karena sebelumnya berjuang susah payah untuk berusaha memahaminya.

Menurut saya, Ekonomi adalah ilmu commonsense. Well, actually, semua ilmu itu commonsense: wajar, masuk akal. Hanya saja, andai kita melihat dengan kacamata awam/pemula, aturan-aturan dan kompleksitas interaksi antar elemen sistem itu sering ga bisa diraba. Seorang ahli kemudian menjabarkannya, dan kita berusaha memahaminya dengan bertahap.

Yang menarik dari yang saya tempuh selama ini adalah saya sesungguhnya belum pernah membaca tentang teori-teori valuasi, equity dan lain sebagainya. Saya hanya menggunakan hal-hal yang commonsense: sebagai contoh kalau kamu menanamkan modal 2x, maka kamu harusnya ya mendapat bagian profit 2x dari yang 1x. Commonsense aja kan?

Nah kemudian, pada hal yang commonsense ini sering ada beberapa alternatif. Karena, kebenaran itu ga satu. Or, at least, di ilmu sosial/kehidupan, seperti itulah adanya. Kebenaran itu berada dalam range nilai tertentu, dalam set tertentu. Tiap kebenaran akan punya pros dan cons-nya masing-masing, yang mereka tidak perlu harus diperdebatkan. Mereka ada untuk dipergunakan sesuai kebutuhannya masing-masing.

Sebagai contoh adalah teori penghitungan valuasi perusahaan. Ada banyak teori valuasi perusahaan, dan saat ini yang saya gunakan — entah ada di kategori mana dari teori-teori valuasi perusahaan yang ada — berguna untuk memastikan berdirinya syirkah dan keberlangsungannya dalam 1 tahun. Teori ini boleh jadi membuat valuasi syirkah menjadi undervalued (sebagai contoh valuasi dengan cara ini sama sekali tidak memperhitungkan potensi pasar bootcamp yang ada), namun dalam hemat saya selama valuasi bisa membuat syirkah berdiri dan beroperasi dalam 1 tahun, “Hey, itu sudah bagus sekali! Hanya itulah yang dibutuhkan!”

Nah, artikel berikut seharusnya mulai menelusuri bagaimana valuasi perusahaan bertambah (atau berkurang) dan bagaimana rumusnya. Satu hal yang pasti: valuasi perusahaan tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar (trading). Jika itu terjadi, maka motivasi utama Gold Backed Syirkah sebagai metode pengembangan startup berbasis nilai intrinsik emas yang memiliki sovereignity menjadi sia-sia adanya.

Anyway, salah satu bentuk keseriusan saya dalam hal ini, adalah saya memutuskan melanjutkan studi dari S1 Ilmu Komputer UGM ke S2 Magister Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Saya ingin memahami lebih lanjut tentang ilmu ekonomi, dengan menjadikan Gold Backed Syirkah ini sebagai titik masuk penelitian saya. Seru ya!

--

--