Bagaimana Saya Mengembangkan Remote Worker Indonesia — Part 22: Mengembangkan Sistem Musyarakah Mudharabah dan Murabahah Untuk Pendanaan Peer to Peer Super Intensive Mentoring Jaminan Kerja

Eko Suprapto Wibowo
13 min readMar 17, 2023

Ini adalah artikel bebas pertama yang saya tulis setelah fokus studi di Magister Ilmu Ekonomi, Jurusan Ekonomi Keuangan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Semoga artikel ini bisa sedikit membantumu memahami tentang seluk beluk ekonomi (syariah) dan perbankan syariah di Indonesia serta penerapannya di RWID tercinta!

Program Super Intensive Mentoring Jaminan Kerja dengan Biaya Juga Super Expensive: 26.5juta, namun dengan Jaminan Kerja, minimal 6 bulan sudah menembus remote work bagi yang pemula. Cek Instagram di sini.

Salah satu alasan yang membuat saya terkesan dengan Ilmu Ekonomi Islam, adalah — kurang lebih — kalimat ini di Buku Makroekonomi Islam yang diterbitkan oleh STIE YKPN:

“Prinsip Ekonomi Islam adalah semua harta yang ada di dunia ini milik Allah, dan manusia hanya memiliki hak pengaturannya semata”.

Mungkin kalimat itu terdengar biasa saja, namun entah mengapa di saat saya mulai menekuni Ilmu Ekonomi secara otodidak dari cara pandang klasik dan Keynesian, membaca kalimat tersebut .. langsung melegakan. Dan mengendurkan urat syarat. Rasanya plong, yaitu,

“Alhamdulillah, kita sebagai manusia memang ga punya apa-apa kok. Kita cuman punya hak kelola dan pemanfaatannya aja. Jadi misal harta nambah.. ya berarti sekedar diberikan hak mengelola, memanfaatkan harta yang nambah itu dan mendistribusikannya secara adil dan proporsional. Jika kemudian harta itu diambil .. ya berarti pengelolaannya lagi dipindah ke orang yang lain. Ga perlu lupa diri jika harta nambah, atau terlalu sedih jika harta berkurang.”

Plong rasanya.

Apalagi kemudian membaca hadits tentang partnership / musyarakah / kerjasama, berikut

“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh alHakim, dari Abu Hurairah).

Awesome! Jadi misal kita kerjasama dengan satu temen lain, maka percayalah .. yang ketiga adalah Allah: selama diantara kita ga ada yang berkhianat/menyalahi janji.

Mudahnya Menerapkan Ekonomi Islam di Indonesia

Ikuti Fatwa-Fatwa DSN MUI. Ga perlu buat fatwa sendiri-sendiri.

Sudah amat sederhana: ikuti MUI. Terdapat 150 produk Fatwa dari Dewan Syariah Nasional MUI yang kesemuanya dikeluarkan untuk memudahkan kaum muslimin di Indonesia dalam menerapkan berbagai transaksi ekonomi yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Tidak perlu diantara kita mengeluarkan kalimat-kalimat seperti ini,

“Menurut pendapat ulama berikut …, riba adalah segala sesuatu yang … sehingga aktivitas … adalah riba”

Atau,

“KPR yang menerapkan denda dan sita adalah tidak Islami, ini karena…”

Atau,

“Segera resign dari bank, karena yang mencatat dan mengambil riba masuk neraka”

Kenapa tidak perlu? Karena sudah ada MUI yang memberikan panduan bagi banyak transaksi ekonomi yang ada di Indonesia. Tantangan MUI satu: cepat catch-up dengan dinamika ekonomi kontemporer. Tantangan kita satu: ikuti MUI.

Sudah mudah sekali kan?

Dua Prinsip Penting Ekonomi Islam

Ringkes:

  1. Haramnya Riba.
  2. Halalnya Jual Beli.

Itu aja.

Hal yang menarik adalah, ayat tentang Riba adalah ayat terakhir yang Rasulullah belum sempat menjelaskannya. Quote dari laman ini,

Menurut Umar Ibnu Khaththab, ayat Al-Qur’an tentang riba, termasuk ayat yang terakhir diturunkan. Sampai Rasulullah wafat tanpa menerangkan apa yang dimaksud dengan riba. Maka tetaplah riba dalam pengertian yang umum, seperti sistem bunga yang diberlakukan orang Arab pada zaman jahiliah.

Ada banyak sekali debat tentang riba yang kaitannya dengan transaksi-transaksi/muamalah ekonomi modern. Untuk itu, saya tidak akan membahasnya disini. Cukuplah Dewan Syariah Nasional MUI sebagai lembaga tertinggi ijtihad fatwa haram/halal aktivitas-aktivitas ekonomi di Indonesia. Ta’ati, ikuti dan terapkan.

Studi Kasus: Bantu-Membantu Menembus Remote Work dengan Program Pendanaan Peserta Super Intensive Mentoring

Latar Belakang

RWID dengan program membership reguler lifetime yang seharga 1jutaan, sudah meloloskan ratusan membernya bisa bekerja remote work, dari rumah ke perusahaan luar negeri. Seperti mimpi: kerja di UMR Jogjakarta (2jutaan), dibayar dengan UMR New York (37jutaan). Dengan biaya 1jutaan! “Masak sih? To good to be true deh…”

Actually, this is not too good to be true. Because it still require your hardwork! Fail to do so, you will not be able to get that dream job of yours!

Di program itu, saya tidak menjamin — dan benernya memang tidak mau menjamin — kamu akan berhasil menembus remote work. Prinsip saya: ikuti saja teladan senior-seniormu di RWID. Mereka bisa menembus remote work dengan pola yang sama: apa yang menghalangimu untuk tidak bisa menempuh jalan dan hasil yang serupa?

Namun banyak sekali pesan yang masuk yang intinya,

“Dijamin dapat job remote work ga Pak Eko?”.

Saya awalnya rada ga nyaman juga,

“Duh, joinnya aja sudah super terjangkau 1jutaan, masak minta jaminan dapat kerja yang gajinya 30jutaan? Ga fair deh”.

Tapi, yaa saya sadari juga: hal tersebut alami. Ingin kepastian akan investasi pendidikan. Ya sudah, kalau memang maunya seperti itu, saya susun program Super Intensive Mentoring yang tentu treatmentnya berbeda. Dari 8 orang, berjalan kurang dari 2 bulan ini, 1 orang sudah menembus remote work dalam waktu kurang dari 3 hari! Dengan catatan: tentunya member ini sudah skilled. Saya mengarahkan 1 kali, cukup. Nah, semua member pemula strateginya memang saya arahkan sebagaimana member yang sudah skilled tersebut. Jadi, saat beliau menembus job dalam 2 harian itu saya biasa aja. Expected. Yang heran kalau ga nembus-nembus. Pasti ada yang keskipped dari yang saya sampaikan nih. Atau memang saya baru menyadari ada studi kasus yang unik, yang belum saya cover. Jika itu terjadi, maka metode akan saya perbaiki. Atau, saya akan pantau dan arahkan secara individual. Nah, program Super Intensive Mentoring memang seperti itu: ada effort pribadi dari saya sebagai mentor.

Anyway, waktu pelaksanaan program ini dari 6 bulan s/d 1 tahun, agar aman untuk member yang masih pemula dan berbareng juga punya kesibukan. Anggap saja kuliah extra ya.

Kendala

Biayanya mahal jika dibandingkan dengan beli HP yang cukup untuk internetan. Namun, jika dibandingkan dengan resultnya.. tentu murah. Hanya, tetap saja angka Rp. 26.5 juta itu bukan angka yang sedikit. Sekitar .. 1 tahun UMR jogja. Namun ya sekedar 71% UMR New York. Ga sampai 1 bulan kerja remote ke New York sudah balik modal…

Nah, dari situ banyak yang bertanya,

“Bisa program ISA (Income Sharing Aggreement) ga Pak Eko?”

Yaitu join tanpa biaya, namun biaya dibayarkan jika sudah dapat pekerjaan.

Solusi

Okay, saya renungkan sekitar semingguan dari berbagai sudut pandang: baik ekonomi maupun teknologi (Politik? Belum. Hehe). Tentu titik beratnya adalah Ekonomi Syariah. Secara teknologi, tidak ada masalah: manual saja dulu dalam hal pencatatan dan lain sebagainya. Kedepannya bertahap dijadikan platform Blockchain based Digital Sharia Bank, bernama Fathul Kahfi, yang punya dua jenis akad:

  1. Musyarakah Mudharabah (link DSN MUI), yaitu pengelolaan modal dari shahibul maal (pemilik modal) oleh RWID sebagai mudharib (pengelola modal). Dimana modalnya dikelola secara transparan secara…
  2. ..Murabahah bil Taqsith (link DSN MUI), yaitu shahibul maal patungan membeli 1 produk Super Intensive Mentoring seharga 26,5juta dari RWID, untuk kemudian dijual kepada calon peserta Super Intensive Mentoring — yang terseleksi ketat — dengan mengambil untung 50%, yaitu sebesar Rp. 13,25jt, sehingga harga produk menjadi Rp 39,75jt, yang dibayar oleh calon peserta jika sudah mendapatkan job remote secara mencicil dengan termin yang disepakati, semisal sebesar Rp. 39,75jt / 12x = Rp 3,3125jt/bulan. Detail dari cicilan/bulan ini akan dirembug secara musyawarah antara shahibul maal, RWID dan calon peserta. Tujuannya adalah agar bersama-sama bisa menjalankan kerjasama yang dilandasi semangat tolong-menolong, namun tetap profesional dan tidak memberikan beban kepada semua pihak. Denda dalam telat pembayaran angsuran? Hm, kemungkinan tidak perlu. Namun jika dirasa perlu, aturan dari MUI bisa dipakai: yaitu boleh diberikan denda jika sebenarnya mampu, hanya saja denda tersebut tidak boleh dipergunakan oleh Shahibul maal atau Mudharib, namun disedekahkan yang jumlahnya pun dibuat sekedarnya saja, misal 50rb/bulan. Mungkin RWID akan sekedar memberikan saran agar bersedekah dengan niat di masa depan kemampuannya membayar cicilan akan dipermudah Allah. Amiin.
    Penyitaan agunan? Tidak mungkin. Karena, bagaimana caranya mengambil knowledge yang sudah diserap peserta? Ilmu kan tidak akan berkurang jika diajarkan. Disini, menurut saya, fatwa MUI untuk tidak meminta cicilan atau dengan kata lain menunggu sampai peserta bisa mendapatkan pekerjaan dan melanjutkan pembayaran cicilan lagi, akan lebih bermanfaat. So, untuk penyitaan agunan tidak akan ada. Hanya saja, tetap wajib bagi RWID untuk menyimpan identitas dasar peserta, seperti KTP/KK/Kontak beberapa anggota keluarga. Ga akan disebar-sebar lah, ini bukan pinjol. Hehe. Hanya saja, tetap harus ada sarana menghubungi peserta jika ada suatu kejadian yang memang diperlukan. Disini, saya menerima masukan dari seorang sahabat, “Ga perlu agunan. Akhlak aja”. Yap, diutamakan menanamkan akhlak untuk memenuhi kewajiban. Kita lihat dulu penerapannya nanti: bisa ga itu ditegakkan dengan mudah? Amiin.

Mitigasi Resiko

Kunci dari keberhasilan sistem ini adalah kecepatan peserta dalam mulai mendapatkan pekerjaan remote work. Untuk itu, peserta yang dipilih untuk mendapatkan beasiswa program ISA ini adalah:

  1. Peserta yang sudah skilled: sudah memiliki portofolio kuat, kena layoff dari startup besar atau sedang kerja di perusahaan IT. Peluang menembus remote work < 1 minggu sangat besar!
  2. Peserta pemula: namun sudah menunjukkan potensi skilled. Peserta yang pemula tetap akan disaring dengan diberikan tugas yang sesuai dengan jejak langkah senior-senior RWID yang sudah menembus remote work terlebih dahulu. Dengan dipilihnya juga peserta pemula, diharapkan agar terjadi pemerataan manfaat program ISA ini.

Selain itu, juga harus dipertimbangkan kemungkinan gagal bayar dari peserta. Sekali lagi, program ini tidak akan mendenda, mendatangi rumah peserta dan lain sebagainya. Diharapkan dengan member berada pada satu grup Whatsapp antara pemodal dan RWID, akan terjadi hubungan kekeluargaan yang saling menyemangati (sebagai contoh, bisa saja pemodal memiliki koneksi / info kerja, untuk kemudian bisa menginfokan job tersebut agar peserta bisa mulai bekerja dan melanjutkan pembayaran. Amin. Namun, andaikata terjadi gagal bayar, maka solusi yang bisa dipikirkan adalah menggantikan peserta tersebut dengan calon peserta baru yang potensial untuk cepat menembus remote work. Dengan cara seperti ini.. gagal bayar akan tertutupi dengan kandidat baru yang diarahkan untuk berhasil menembus remote work.

Perspektif Sistem Perbankan Islam dari Sistem Ini

Jika kamu ke bank syariah, dan ingin mendapatkan program atau benefit seperti yang saya paparkan di atas .. kira-kira produk apa yang sama atau mendekati dengan paparan saya?

Jawabannya: Deposito.

Karena:

  1. Kamu menyetorkan sejumlah dana (misal 26.5juta, atau seharga 1 biaya Super Intensive Mentoring).
  2. Yang tidak boleh kamu tarik selama batas waktu tertentu (ya tidak boleh, kan dipakai untuk member training)
  3. Untuk kemudian kamu mendapatkan profit sesuai dengan ketetapan nisbah yang sudah kamu ketahui di awal (yaitu 50% dari 26.5juta, yang dibayar mencicil oleh peserta jika sudah berhasil menembus remote work).

Nah, berikut adalah contoh nisbah deposito BSI yang terkini:

Seru juga ya kalau lihat nilai prosentasenya? 25% modal! Fix passive income!

Tapi ternyata cara bacanya ga sesederhana: masukin 10jt ke akad deposito, maka dalam 1 bulan dapat 2.5jt. Ternyata seperti ini:

Diambil dari bibit.id

Jadi karena yang sekarang adalah 25%, itu berarti untungmu ya sekedar (Rp 10jt : Rp 5 milyar) x 25% x Rp50juta = Rp 2.272 (cmiiw kalau perhitungan saya ini salah ya, karena yang saya expect sih Rp 22rb-an, kurang lebih setengahnya. Bukan 2ribuan).

Selain itu, di program deposito ini kamu tidak akan tahu juga uangmu dipakai ke pemodalan apa aja. Hanya saja, karena sudah berbentuk Bank Syariah, maka itu berarti bank tersebut sudah mengikuti fatwa MUI untuk melakukan transaksi-transaksi yang halal.

Nah, di program yang saya susun ini, kamu benar-benar akan mendapatkan 50% dari modal yang kamu setor (angkanya besar yaks!). Jika kamu memasukkan modal < 26.5juta, itu tidak masalah. Kamu tetap akan mendapatkan profit sebesar 50%, karena modalmu akan digabungkan dengan modal dari pemodal yang lain. Misal kamu memasukkan Rp 13.25jt, artinya 50% dari 1 biaya intensive member, dan kemudian member berhasil mendapatkan remote work serta mulai mencicil dengan nominal sebesar Rp. 3,3125, maka kamu akan mendapatkan 50% x Rp. 3,3125 = Rp. 1,6562jt/bulan, sampai lunas (atau 12x).

Selain itu, perbedaan dengan program deposito tadi adalah kamu benar-benar tahu modalmu dipakai apa dan siapa yang menggunakannya, serta berapa pendapatannya, juga apa kendalanya jika tersendat membayar cicilan. Fully transparent.

Namun perlu dicatat, karena ini adalah sistem bagi hasil yang murni, kamu tidak akan dijamin mendapatkan profit dalam waktu fix. Beda dengan yang sebelumnya pada deposito di BSI dimana kamu benar-benar bisa tahu akan mendapat berapa dari uang yang kamu setorkan, di program ini juga boleh jadi income-mu akan naik turun / tersendat, tergantung pendapatan yang diperoleh olah peserta program intensive ini dan juga kelancarannya dalam bekerja.

Selain itu, tetap ada resiko dimana peserta tersebut tidak bisa lagi melanjutkan pembayaran (misalnya meninggal dunia) atau memang wanprestasi (menghilang begitu aja misalnya). Solusi saya untuk kejadian ini adalah: saya akan masukkan pengganti peserta tersebut dan memulai proses dari awal, dimana jika sudah berhasil mendapatkan pekerjaan, peserta tersebut akan melanjutkan pembayaran kewajiban sampai tuntas.

Menilai Stabilitas Perbankan Syariah Yang Menggunakan Sistem Ini

Pada sistem ini perbankan memiliki unit usaha yang dimanage sendiri, yang profitable dan berkelanjutan. Modal terkumpul dari deposan yang tertarik membiayai 1 unit produksi, untuk kemudian mendapatkan profit 50% dari unit produksi tersebut. Padahal, unit produksi tersebut saat sudah menghasilkan profit, sudah berdiri sendiri diluar sistem perbankan (member yang berhasil menembus remote work). Artinya, bank sudah lepas: tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran profit fix seperti pada sistem deposito yang sekarang.

Bahkan, sesungguhnya, bank sudah mencapai kestabilan dari titik awal deposan bersedia membiaya unit produksinya. Sekali lagi, ini terjadi karena bank tidak memiliki kewajiban melakukan pembayaran profit (pembayaran dilakukan oleh unit produksi yang sudah berdiri sendiri). Kewajiban bank adalah memastikan unit produksinya bekerja dan menghasilkan profit seperti yang direncanakan.

Apa Perbedaannya Dengan Bunga Bank Konvensional?

Sistem yang umum, bukan seperti ini. Jika ini bank konvensional, maka bank mengumpulkan modal dari masyarakat dengan menyebutkan berapa persentase bunga yang didapatkan dari uang yang disimpan mereka. Misal, 5%/tahun. Uang yang terkumpul ini, kemudian dipakai untuk dipinjamkan lagi ke nasabah yang lain, dengan bunga yang tentunya lebih tinggi dari 5%/tahun, misal 12%/tahun. Sehingga bank mendapat keuntungan selisih persentasenya, yaitu 7%/tahun dari modal nasabah yang menyimpan modalnya.

Selain itu, bank bisa menciptakan uang dari kredit yang dipinjamkan. Sebagai contoh bank memiliki modal awal Rp. 10jt. Kemudian nasabah menyimpan senilai Rp. 2jt, maka uang bank saat ini adalah Rp. 12jt. Jika kemudian ada yang meminjam uang sejumlah 4jt, maka bank memang mengeluarkan uang senilai Rp 4jt untuk nasabah tersebut, namun uang bank yang hakikatnya saat ini sejumlah Rp 12jt — Rp 4jt = Rp 8jt, tidaklah dicatat Rp 8jt, namun dicatat Rp 12jt + Rp 4jt = Rp 16jt. Ada selisih 8jt kan? Itu adalah — saya sebut saja — nilai ekspektasi jika nasabah tersebut berhasil mengembalikan uang tersebut + bunga. Maka, selanjutnya bank bisa menggunakan uang senilai Rp 16jt ini untuk melakukan pinjaman-pinjaman selanjutnya.

Gila ya? Padahal uangnya ndak ada tuh!

Itu yang menyebabkan jika terjadi bank run — nasabah pada panik dan mengambil uang — maka bank akan collapse: karena hakikatnya memang ga ada uang sejumlah itu! Jika itu terjadi, dan pemerintah menilai akan terjadi bencana keuangan sistemik, maka pemerintah akan melakukan bail-out. Mengeluarkan modal (entah mencetak uang baru atau yang lain) untuk menutupi kekurangannya. Hasilnya adalah inflasi: karena beredarnya uang baru dengan tidak didukung kekuatan ekonomi yang melandasinya.

Catatan: kalau kalian rada lost track, “Gimana caranya meminjamkan uang sejumlah Rp 16jt, padahal uang realnya hanya Rp 8jt?”. Maka ada yang disebut dengan CAR (Capital Adequacy Ratio). Saya kopas dari BingChat:

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berguna untuk menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi bank. Rasio kecukupan modal, juga dikenal sebagai capital-to-risk weighted assets ratio (CRAR), digunakan untuk melindungi deposan dan mendorong stabilitas dan efisiensi sistem keuangan di seluruh dunia¹. CAR merupakan indikator yang digunakan Bank Indonesia dalam upaya menetapkan ketentuan penyediaan modal minimum bank. Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula modal yang dimiliki. Dengan banyaknya modal, maka penyaluran kredit juga akan mengalami peningkatan, sehingga risiko terjadinya kredit bermasalah juga ikut meningkat².

Source: Conversation with Bing, 3/18/2023(1) Apa Itu Capital Adequacy Ratio? — Warta Ekonomi. https://wartaekonomi.co.id/read306948/apa-itu-capital-adequacy-ratio Accessed 3/18/2023.
(2) Memahami Non Performing Loan (NPL) di Indonesia — Rumah.com. https://www.rumah.com/panduan-properti/npl-non-performing-loan-53934 Accessed 3/18/2023.
(3) Apa itu Rasio Kecukupan Modal — Capital Adequacy Ratio (CAR)?. https://www.simulasikredit.com/apa-itu-rasio-kecukupan-modal-capital-adequacy-ratio-car/ Accessed 3/18/2023.
(4) Makna CAR, ROA, LDR, dan BOPO — Macroeconomic Dashboard — UGM. https://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/makna-car-roa-ldr-dan-bopo/ Accessed 3/18/2023.
(5) Capital Adequacy Ratio — Pengertian dan Contohnya — Tokopedia. https://kamus.tokopedia.com/c/car/ Accessed 3/18/2023.

Gampangnya adalah, tentu uang cash yang disimpan bank bukan pas Rp 8jt tadi, tapi jauh di atas itu. Yang akan aman-aman saja, selama tidak ada bencana finansial yang menyebabkan gagal bayar para kreditur, seperti yang terjadi pada Global Recession 2008 di US, akibat gagal bayarnya para subprime-mortgage membayar cicilan rumah mereka. Saya kopas saja dari BingChat:

Krisis keuangan global 2008, atau Krisis Keuangan Global (GFC), adalah krisis ekonomi serius di seluruh dunia yang terjadi pada awal abad ke-21. Ini adalah krisis keuangan paling serius sejak Depresi Besar (1929). Pemberian pinjaman berlebihan yang menargetkan pembeli rumah berpenghasilan rendah, pengambilan risiko yang berlebihan oleh lembaga keuangan global, dan pecahnya gelembung perumahan Amerika Serikat mencapai puncaknya pada September 2008, ketika kebangkrutan bank investasi Lehman Brothers memicu kepanikan di pasar keuangan global¹.

Source: Conversation with Bing, 3/18/2023(1) 2007–2008 financial crisis — Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/2007%E2%80%932008_financial_crisis Accessed 3/18/2023.
(2) 2008 Recession: What it Was and What Caused It — Investopedia. https://www.investopedia.com/terms/g/great-recession.asp Accessed 3/18/2023.
(3) Krisis ekonomi 2008 dan keadaannya di sejumlah negara, termasuk … — BBC. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45495304 Accessed 3/18/2023.

Apakah Bank Syariah Juga Menerapkan Cara Kerja Seperti Bank Konvensional?

Okay, saya ga bisa menjawab secara pasti nih!

Studi atau research saya belum sampai kesitu. Atau tepatnya, selama perkuliahan, kami belum bahas cara kerja bank syariah tertentu. Hanya saja, sepertinya ya masih saja seperti itu. Karena, jika kamu lihat cara kerja sistem deposito bank syariah.. yaa 11 12 dengan bank konvensional kan? Misalpun disebut bagi hasil.. yaa kamu ga tahu juga bagi hasil dari usaha yang mana nih? Dan, kok bisa dapat income fix/bulan gitu? Masak usaha profitnya stabil gitu? Jadi apa bedanya dengan bank konvensional dong?

Saya ga bisa jawab pasti: yang jelas pada bank syariah akadnya sudah jelas di awal dengan kata-kata bagi hasil, dan dipastikan — lewat akad — tidak ada pemodalan ke aktivitas yang haram. Jika kemudian secara input dan output hasilnya sama/mirip dengan bank konvensional, maka menurut saya itu karena tidak ada transparansi usaha apa yang dimodali dan berapa cost/profit masing-masing usaha.

Menurut saya, seharusnya juga tidak ada pembagian profit yang fix seperti itu sih. Kan ga masuk akal juga kalau profit kontinyu.. gimana kalau terjadi gagal bayar yang akut, seperti pada pandemi Covid? Bubrah kabeh kan itu. Tertekan sekali bank kalau itu terjadi. Maka dari itu kemudian saat pandemi covid pemerintah memberikan aturan agar dilakukan restrukturisasi pinjaman-pinjaman nasabah yang gagal bayar.

Nah, sepertinya sih saya bisa nih mengajukan solusi atau sistem untuk mengatasi kejadian seperti di atas, dengan cara seperti yang saya paparkan di atas. Kuncinya satuu saja:

Bank harus punya unit usaha yang profitable dan sustain sehingga bisa benar-benar ditawarkan kepada deposan untuk didanai lewat Musyarakah Mudharobah. Kemudian bank mengatur akad Murabahah antara deposan dengan peserta program unit usaha, untuk program yang bisa membuat peserta program bisa membayar biaya program tersebut 1). Selain itu bank juga tidak boleh memberikan jaminan fix profit. Harus lewat real profit dari unit-unit usaha tersebut.

Semoga bermanfaat!

Catatan: 1) bagian ini akan saya sempurnakan kata-katanya. Sepertinya masih belum generik, masih terlalu kasuistik, tapi kurang lebih seperti itu lah.

--

--